Perkembangan ilmu dibidang biomedis tidak terlepas dari hasil-hasil penelitian menggunakan hewan coba. Hewan coba banyak digunakan untuk mengetahui kejadian penyakit, mempelajari fungsi gen, menguji efek farmakologi kandidat obat, dan bahkan menguji keamanan kandidat obat. Sehingga tidak bisa dipungkiri, penggunaan hewan coba mempunyai peran penting dalam penelitian biomedis. Namun, meskipun sangat berharga dari perspektif penelitian, penggunaan model hewan juga menimbulkan kekhawatiran, banyak di antaranya terkait dengan biosafety dan biosecurity.
Pekerja yang secara langsung menangani hewan coba baik yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi berisiko terpapar saat melakukan tugasnya. Program biosafety yang komprehensif sangat penting untuk melindungi pekerja dan masyarakat sekitar dengan baik. Program tersebut harus mencakup pemahaman menyeluruh tentang biohazard melalui penilaian risiko, penerapan kontrol biohazard yang efektif, dan pelatihan untuk semua personel yang berisiko terpapar.
Penelitian menggunakan hewan coba saat ini melibatkan mikroba infeksius, menggunakan sistem vektor yang dimodifikasi, DNA rekombinan atau sintetis, nanopartikel, dan bahan lainnya. Kegiatan ini memerlukan perencanaan, pelatihan, dan fasilitas yang tepat untuk memastikan penelitian hewan yang aman, terjamin, dan humane.
Berikut adalah macam-macam biohazard pada penelitian menggunakan hewan coba:
- Risiko transmisi penyakit zoonotic dari hewan coba ke manusia.
Penelitian menggunakan hewan coba sebaiknya mengadakan hewan coba melalui vendor komersial atau sumber terpercaya lainnya untuk memastikan bahwa koloni hewan bebas dari penyakit zoonosis dan patogen hewan lainnya yang dapat menimbulkan risiko bagi personel, hewan penelitian lainnya, atau lingkungan (termasuk kemungkinan masuknya patogen ke populasi hewan native). Integritas penelitian juga dapat dipertanyakan jika infeksi subklinis yang tidak diketahui ada pada hewan penelitian. Mempertimbangkan risiko ini, maka perlu ditentukan kebutuhan APD yang sesuai untuk pekerjaan tertentu dan juga SOP dalam melaksanakan uji sampai SOP perawatan hewan seperti pembuangan alas tidur yang tepat, serta bagaimana melakukan pembersihan kandang.
- Bahaya cakaran dan gigitan
Hewan coba bisa berperilaku tidak terduga sehingga dapat menyebabkan cedera dengan cakar atau giginya yang tajam, dan bisa jadi menjadi sarana penularan penyakit zoonosis. Oleh karena itu bekerja dengan hewan coba memerlukan keahlian khusus. Tidak semua orang bisa langsung menangani hewan coba. Setiap fasilitas hewan coba seharusnya memastikan bahwa orang-orang yang akan bekerja dengan hewan coba telah mendapatkan pelatihan yang memadai sehingga pada saat bekerja dengan hewan coba, orang tersebut bisa malakukan pekerjaannya dengan aman tanpa ada kecelakaan kerja yang terjadi karena salah dalam menangani hewan coba. Selain itu, SOP terkait keamanan bekerja dengan hewan coba mulai dari SOP pekerjaan sederhana seperti mengganti bedding sampai SOP yang lebih kompleks seperti mengambil darah, harus dibuat, disosialisasikan dan diterapkan oleh semua orang yang bekerja diruang hewan coba. Bahkan untuk penanganan kecelakaan jika terjadi gigitan maupun cakaran juga harus ada SOPnya.
- Limbah dari ruang hewan coba juga merupakan masalah biosafety.
Ruang hewan coba menghasilkan sampah bedding, karkas hewan coba, sisa organ dan lain-lain. Pengolahan limbah dari ruang hewan coba juga harus diatur dengan baik supaya limbah tersebut tidak membahayakan personil, komunitas sekitar dan juga lingkungan. Biasanya karkas dan sisa jaringan hewan coba bisa dibekukan terlebih dahulu sampai bisa dibuang ke tempat pembuangan akhir yang ditunjuk oleh laboratorium maupun diinsinerasi supaya tidak menimbulkan bau dan penyakit. Setiap laboratorium hewan coba harus mencari cara terbaik untuk mengatasi masalah limbah ini sesuai dengan kondisi pada masing-masing laboratorium. - Teknologi Rekombinasi DNA
Teknologi DNA rekombinan (rDNA) dapat digunakan untuk membuat organisme yang dimodifikasi secara genetik, termasuk juga hewan coba transgenik. Genetic Modified Organism (GMO) ini dibuat dengan memasukkan DNA asing ke dalam hewan, menggabungkan DNA dari genom yang berbeda (organisme yang berbeda), atau menghapus semua atau sebagian gen (atau mengganggu fungsi gen) dari hewan. Mengubah genom hewan coba telah banyak digunakan untuk mempelajari model penyakit manusia, mempelajari fungsi gen, mencoba memperbaiki penyakit yang diturunkan, dan juga digunakan untuk aplikasi komersial terutama pada hewan ternak.
Berbagai metode digunakan untuk memanipulasi genom hewan coba. Metode-metode ini melibatkan transgenesis (transfer materi genetik dari satu hewan ke hewan lain, melalui perubahan sel germinal). Teknologi yang lebih baru melibatkan vektor virus yang digunakan untuk memasukkan DNA asing ke dalam genom hewan coba, mengedit DNA yang ada melalui alat pengeditan gen (seperti CRISPR/Cas9), atau menggunakan silencing RNA untuk menurunkan regulasi gen. Penggunaan vektor virus terus meningkat dalam penelitian hewan. Vektor nonviral dapat digunakan juga dan biasanya merupakan alternatif yang lebih aman daripada vektor virus, tetapi vektor nonviral biasanya kurang efisien dalam mengirimkan materi genetik ke dalam sel.
- Xenotransplantasi dan humanisasi sel hewan
Xenotransplantasi adalah prosedur yang melibatkan transplantasi, implantasi, atau infus sel hidup, jaringan, atau organ dari sumber bukan manusia (hewan) ke dalam inang manusia. Kebutuhan xenotransplantasi didorong oleh permintaan organ manusia untuk transplantasi klinis melebihi pasokan.
Ada banyak manfaat menggunakan bahan sumber non-manusia, tetapi ada masalah keamanan yang harus dipertimbangkan. Resipien organ tersebut bisa terpapar agen infeksi yang tidak terdeteksi dalam organ yang ditransplantasikan, yang mungkin dapat menyebabkan penyakit bertahun-tahun setelah implantasi dilaksanakan, bahkan mungkin juga menyebabkan munculnya penyakit menular baru pada manusia. Selain itu, pekerja yang menangani bahan xenotransplantasi ini bisa terpapar patogen yang tidak diketahui atau tidak terdeteksi.
- Alergi
Salah satu masalah biosafety terkait dengan hewan coba adalah adanya alergi terhadap hewan coba. Alergi ini dapat terjadi pada peneliti, staf peternakan, atau siapa pun yang pekerjaannya berkaitan dengan hewan coba. Alergi ini bisa terjadi karena paparan terhadap bulu binatang, air liur, atau urin, atau bahkan bedding hewan coba. Untuk mencegah paparan tersebut maka alat pelindung diri (APD) seperti gaun, lengan baju, respirator, atau masker mungkin diperlukan untuk mencegah reaksi alergi terhadap hewan coba di ruang hewan coba maupun diruang lainnya Ketika melakukan pekerjaan terkait hewan coba. Oleh karena itu, penting bagi orang yang bekerja dengan hewan coba untuk menggunakan APD yang sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan. Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan Kesehatan bagi orang yang bekerja di ruang hewan coba, untuk mengetahui potensi alergi terhadap hewan coba. Bagi orang yang alergi terhadap hewan coba, sebaiknya tidak bekerja di ruang hewan coba.
Memahami adanya berbagai biohazard terkait dengan penggunaan hewan coba, penting bagi peneliti yang berkerja dengan hewan coba untuk memastikan penelitian yang dilakukan bisa dilakukan secara aman dan bisa menjaga personil yang bekerja dengan hewan coba, orang disekitarnya dan lingkungan sekitar. Idealnya, sebelum melakukan penelitian menggunakan hewan coba, sebaiknya dilakukan dulu penilaian risiko menyeluruh dari penelitian yang akan dilakukan untuk menentukan kemungkinan terjadinya peristiwa paparan dan kemungkinan konsekuensi jika ada paparan. Informasi di bagian ini memberikan panduan untuk pemilihan tindakan pencegahan keselamatan yang tepat yang dapat diterapkan untuk membantu mengurangi risiko paparan ke tingkat yang dapat diterima.